Sabtu, 24 Maret 2018

Alexitimia

Aku adalah bagian dari orang-orang di luar sana yang berpikiran "kenapa harus telpon kalo masih bisa sms/chat?"

Aku kurang terbiasa di telpon. Aku gak nyaman bicara lewat telpon (kecuali sama keluargaku). Aku merasa awkward ketika ngobrol di telpon. Aku seperti gak bisa menemukan topik atau bahan pembicaraan. Aku kadang mendengar gema suaraku sendiri di telpon which is jelek bgt, kayak anak kecil yang cerewet.

Aku lebih suka teks. Lebih leluasa nulis panjang lebar, ngomong sana sini atau kalo udah gak tau mau ngomong topik apa tinggal kirim stiker aja.

Bukan berarti aku gak suka jd orang yang di telpon. Aku suka! Karena aku merasa berarti aku cukup penting bagi mereka (terutama orang-orang yang aku gak nyangka akan nelpon). Aku bahkan bakal bilang di akhir telpon "terima kasih sudah nelpon" dengan gaya mirip Dinda di 5cm. I mean it! aku senang di telpon. merasa bahagia atau di"anggap" gitu. Aku cuma bingung harus ngomong apa.

Aku cuma bukanlah tipe orang yg nelpon duluan. Dan bakal jarang sekali kejadian dimana aku yang nelpon seseorang duluan, bahkan ke anggota keluargaku sendiri sampe-sampe aku di protes karena kurang peduli padahal aku tetap setiap saat ngirim puluhan teks ke mereka.

Karena itu juga aku merasa bahwa aku memang Alexitimia (gangguan psikologis yang dicirikan dengan ketidakmampuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan secara verbal emosi dan perasaan yang dialami di dalam dirinya seperti orang lain). Of course gak sepenuhnya Alexitimia. Gak tau seberapa besar. Mungkin 30% alexitimia, atau mungkin lebih sedikit atau mungkin kurang sedikit.

Bukan hanya masalah telpon. 

Aku bahkan mikir setiap akan bicara ke seseorang (terutama orang yang gak terlalu dekat, tidak seumuran dan orang2 keren). Aku rangkai kata-kata sebelum ketemu orangnya. 'Oh nanti aku kalo ketemu ngomongnya gini-gitu dll'. Tapi pada akhirnya ketika ketemu, sebagian besar kata-kata yang aku sudah rangkai hanya berakhir di pikiranku, tidak mampu aku keluarkan. 

Kalo ada yang curhat ke aku (terutama hal sedih), aku kadang cuma diam, ngomong sepatah dua patah kata, motivasi dan sejenisnya padahal jauh di dalam hati aku pengen peluk orang itu dan bilang "Hey kamu kuat. Plis jangan sedih. Jangan nangis" atau "Hey kamu harus percaya kalo kamu bisa. Itu saja. Kamu harus yakin!" atau "Plis jangan pernah berpikiran kalo kamu sendiri. Kamu gak pernah sendiri". Dan berakhir pada aku yang gak melakukan semua itu.

Contoh aja ya, aku berkunjung ke tempat seseorang yang baru melahirkan. Di jalan aku sudah berpikir aku bakal ngomong "Selamat ya. Anaknya cantik. InsyaAllah dia nanti jadi anak solehah dan membanggakan orang tua. Jangan lelah ya Kak. Tetap strong! Capeknya Kakak itu berbalas surga",  tapi apa ujung-ujung aku cuma bilang "Selamat ya kak", "hemm cantik dia", "tetap kuat ya kak" dengan sgt awkward. Gak ada menyentuh-menyentuhnya.


Aku suka anak kecil. Tapi kadang (sering) aku juga gak bisa menangani mereka. Aku mau ngobrol, pura2 bego dan hidup seperti fantasinya mereka tapi gak, aku cuma berakhir pada nyubitin pipi mereka sambil senyum. Uuggh!


Sulit sekali mau merubah yang ada di pikiran jadi bentuk omongan. Itu kenapa aku suka teks/sms/tulisan. Rasanya tulisan itu mewakili perasaanku. Ketika aku gak bisa ngomong secara langsung, aku bisa menuliskannya dalam bentuk teks. Itu kenapa ketika seseorang ultah atau mencapai kesuksesan sesuatu, aku bakal nulis panjang lebar di chat atau surat atau sticky notes (bersama dengan hadiah tertentu). Isi pesannya bisa doa ini itu, curhat, harapan dll yang gak bisa aku bilang secara langsung. Bahkan menurutku (menurutku ya menurutku), seandainya seseorang mengerti aku, tulisan/sticky notes/suratnya itu jauh lebih berarti dari hadiahnya.


Walaupun begitu, aku belajar. Aku dulu gak pernah mau di peluk. Tapi sekarang aku selalu jadi yang memeluk. Entah kenapa aku sadar betapa pentingnya memeluk itu. Manfaatnya bahkan berpengaruh pada 2 hal. Pertama, pelukan itu bisa menstimulasi endorfin/eksitosin yang bikin seseorang bahagia. Daaaan, saat dipeluk itu rasanya dihargai, disayangi, dikuatkan mbuh lah susah di jelaskan. Aku sering memeluk umiku erat2 sekarang, tanpa alasan. Bukan karena habis dikasih hadiah atau sesuatu. Hanya supaya mungkin bisa sedikit meringankan beban beliau yang sebegitu banyaknya. Beliau mungkin butuh itu. Orang-orang mungkin butuh dipeluk.



Aku juga belajar untuk bilang apapun hal baik yang aku lihat dari seseorang ke orangnya langsung. Misal orang itu baik bgt, di suatu kesempatan yang pas (yang mana sulit ditemukan) aku bakal bilang "Kamu orang baik. Kamu pasti dapat jodoh baik deh. Percaya sama aku." Pokoknya hal-hal yang bisa di puji deh seperti "Duh cantik banget sih", "Gila kamu kuat banget" dkk. Padahal dulu, aku gak mau lho bilang gini ke orang, kalo aku kagum ya udah aku simpan sendiri aja.  Aku mikir kalo aku bilang nanti orangnya jadi besar kepala. Sekarang, pikiranku berubah, kadang orang bener2 butuh dipuji seperti itu, bukan karena dia melakukan kebaikan untuk dipuji, tapi supaya mereka tetap terus melakukan kebaikan itu dan supaya mereka lihat bahwa kebaikan mereka itu kita rasakan kok, gak sia-sia. 

Menurutku juga penting untuk bilang sayang kalo kamu memang sayang. Aku dulu berteori kalo sayang ya dibuktikan dengan perbuatan gak usah banyak cincong. Sekarang, ya memang perbuatan paling penting tapi sangat perlu untuk sekali-sekali bilang kalo sebenarnya kita sayang.

Ah apa sih. Tiba-tiba saya seperti jadi orang paling sok tau.

Yah begitulah. Mungkin saya masih harus belajar banyak untuk mengurangi 30% Alexitimia itu.






x

Yang Dipikirkan Sahabat Jomblo Setiap Kita Cerita Kisah Cinta

 Warning: tulisan ini tidak sengaja aku temukan di buku catatanku. Aku juga gak tau ini jaman aku SMA atau Kuliah. Jujur saja aku juga kaget...