Rabu, 23 April 2014

Peran Keluarga dalam Aksi Geng Motor
Penulis: Akmalia Fatimah

Geng motor berawal dari remaja yang sering keluar malam hari kemudian terhipnotis rayuan teman untuk menikmati dunia malam. Yang awalnya tidak pernah menjadi terbiasa. Menikmati dunia malam yang sepi di jalanan. Melepaskan kepenatan dunia dengan mengendarai motor sekencang-kencangnya dan memodifikasi knalpot sehingga mengaum lebih kencang. Itulah kenikmatan dunia malam dan geng motor  bagi anggota-anggotanya.
Semakin banyak anggota geng, semakin menambah kesenangan. Berkonvoi bersama, tertawa  bersama, memecah keheningan kota dengan suara knalpot yang bising. Belum lagi, jika ada event tertentu, seperti lomba balap motor, sehingga dapat menambah pundi-pundi uang mereka. Tidak heran, jika para anggota geng motor membohongi orang tua, menyelinap diam-diam keluar dari rumah, bahkan menantang orang tua.
Belakangan, kesenangan dan kenikmatan bergeng motor bukan hanya terbatas pada melepaskan penat, tapi melebihi dari itu yang menjurus ke hal-hal negatif seperti merampok. Anggota-anggota geng motor terspesialisasi menjadi pencuri dan perampok ulung. Bersama-sama merampok toko-toko di tengah malam untuk mempertebal kantong yang kemudian uang itu dipakai lagi untuk membeli minuman keras atau berjudi. Bahkan perbuatan geng motor lebih dari sekedar merampok, tapi juga memperkosa! Mencegat wanita, memperkosa paksa, dan menggilir memperkosa dengan anggota geng motor lainnya. Mengenaskan!
Seperti kejadian meresahkan yang dilakukan geng motor di Pekanbaru akhir-akhir ini.  Geng motor yang dipimpin Klewang ini mempunyai ritual seks bebas. Geng motor yang anggotanya terdiri dari remaja putra dan putri itu, kerap dipaksa untuk berhubungan seks bebas. Jika tidak mau diajak berhubungan, Klewang akan menampar cewek-cewek anggota geng motor. Mereka juga terbiasa melakukan seks bebas beramai-ramai. Sungguh mengenaskan! (http://www.merdeka.com/peristiwa/warga-pekanbaru-geng-motor-klewang-seperti-kerajaan.html)

Kelakuan geng motor tidak lepas dari peran keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Keluarga adalah tempat pertama anak berinteraksi. Keluarga adalah agen pertama dan terpenting dalam pembentukan kepribadian anak. Normalnya, anak menghabiskan waktu terlamanya di rumah bersama keluarga. Namun, apabila diantara anggota keluarga kurang terjadi interaksi atau bahkan tidak ada interaksi, anak akan mencari komunitas lain tempat ia bisa berbagi cerita atau meminta pendapat. Bahayanya, apabila anak memilih tempat yang salah dalam berbagi cerita.
Begitu pula, didikan dan ajaran orang tua sedari kecil sangatlah berperan dalan pembentukan kepribadian anak. Apabila orang tua memberi pendidikan agama, moral, dan norma kepada anak dari kecil, secara berkesinambungan, dan terus menerus maka akan terbentuk benteng yang kuat dan kokoh dalam diri anak sehingga anak tidak mudah terbawa arus buruk dari teman-temannya. Selain itu, dibutuhkan sifat peduli dan protektif dari orang tua. Setiap orang tua harus tau kemana anaknya pergi, dengan siapa mereka pergi, dan apa yang mereka lakukan saat pergi. Bukan malah membiarkan anak pergi kemana saja tanpa kabar dan tidak mempedulikan kapan anak itu akan kembali. Anak adalah tanggung jawab orang tua. Tugas orang tua adalah mendidik anak menjadi orang yang baik. Kebutuhan anak akan kasih sayang dan perhatian orang tua lebih penting daripada kebutuhan anak akan materi yang diberikan orang tua. Untuk itu, sudah sepantasnya orang tua mencari uang untuk memenuhi kebutuhan namun tidak melupakan peran penting dirinya untuk mendidik anak.
Oleh karena itu, kebanyakan anggota geng motor adalah remaja yang orang tuanya jarang di rumah, keluarga broken home, orang tua yang sibuk, atau orang tua yang tidak bermoral. Maka, penanggulangan geng motor adalah tidak lain pencegahan yang dilakukan orang tua dengan membekali anak dengan nilai agama, moral, pendidikan dan norma-norma yang berlaku.

Jadi, penyebab remaja terlibat dalam geng motor adalah salah pergaulan dan atau salah memilih teman. Hal itu dikarenakan, pertama, tidak ada contoh teladan dari orang tua.  Misalnya orang tua memaksakan kehendak kepada anaknya untuk  hidup teratur, tertib dan sopan sementara orang tua itu sendiri hidupnya amburadul. Kedua, kurangnya perhatian orang tua. Orang tua kadang-kadang hanya memikirkan kebutuhan materi anak sementara kebutuhan perhatian dan kasih sayang yang lebih penting diabaikan. Ketiga, kurangnya pengawasan dari orang tua. Orang tua sering tidak tahu siapa teman anaknya, kemana anak pergi dan apa yang dilakukan. Jadi, dapat disimpulkan penanggulangan geng motor adalah dengan cara pencegahan secara preventif yang dilakukan orang tua terhadap anaknya dari arus buruk zaman dan teman-teman mereka.



Yak, tulisan di atas adalah artikel yang aku ikutkan di lomba menulis artikel dalam rangka memperingati hari Bhayangkara Polisi. Dan Alhamdulillah aku dapat juara 1 se-kabupaten.
Tapi, ada sedikit alasan mungkin kenapa aku bisa menang, padahal aku tidak serius waktu mengerjakan ini, aku cuma masuk kamar sekitar 2 jam , tulisan ini sudah selesai. Mungkin ada penyebab lain. Dan kalau menurutku penyebab itu adalah ikhlas. Yak, waktu itu, sahabatku mau ultah dan kita(terutama aku) sibuk buat ngasih surprise ke dia. Dan itu capek banget kerjainnya. Hampir seluruh waktuku tersita hanya untuk urusan surprise itu. Tapi aku ikhlas melakukannya. Dan aku rasa, mungkin Allah melihat keikhlasan itu makanya aku dimenangkan oleh Allah, yang mungkin seharusnya gak menang. Yah, That's the power of IKHLAS.
Jadi, ikhlaslah dalam melakukan apapun. InsyaAllah semuanya akan lebih baik dari yang kita harapkan.

Senin, 21 April 2014

Tuhan Punya Rencana

Terkadang kita ditimpa masalah hidup yang berat sekali. Kadang kita merasa susah sekali untuk membebaninya. Lalu kita bertanya-tanya "Mengapa ini semua terjadi padaku?" atau "Apa salahku hingga aku tertimpa masalah seberat ini?" atau "Mengapa harus aku". Yah, memang berat terkadang dan rasanya kita tak sanggup. Tapi asal kita jeli sedikit saja, sebenarnya ada maksud Allah dibalik semua masalah yang ditimpakan ke kita.

Contohnya aku. Menurutku ini masalah yang cukup berat. Aku ditinggalkan oleh beberapa temanku. Bukan, bukan sekedar teman tapi sahabatku. Walaupun aku gak tau, apakah aku masih harus menyebut mereka sahabat sekarang? Awalnya salah satu sahabatku tiba-tiba tidak menyapaku dan menajauh dari aku. Aku gak ngerti sama sekali. Belakangan aku ngerti, dia cemburu. Cemburu karena aku lebih dekat dengan sahabatku yang lain yang notabenenya adalah sahabatnya dia juga. Dia merasa aku gak adil. Tapi toh bukannya aku sudah pernah bilang ke dia untuk gak terlalu dekat lagi. Karena sebelumnya aku pun pernah bertengkar sama dia dan membuat aku kecewa. Tapi sepertinya dia gak ngerti betapa kecewanya aku waktu itu dan dia juga gak ingat dengan keinginanku untuk tidak terlalu dekat lagi. Akhirnya aku putuskan , ya sudahlah kalau dia mau begini terserah. Aku juga diam dan tidak menyapanya

Dan beberapa hari setelah pertengkaran itu , sahabatku  yang paling dekat denganku itu, yang dicemburui itu, ikut-ikut menjauhi dan meninggalkan aku. Dan itu buat aku sangat-sangat kecewa. Mungkin dia merasa tidak enak karena dia merebut aku dari sahabtku yg pertama tadi. Tapi tidak begitu seharusnya. Kalau dia memang sahabtku, dia tidak akan meninggalkan aku, tidak peduli apa kata orang. Tapi, dia meninggalkanku. Bahkan aku kemudian menyadari bahwa dia ada butuhnya aja sama aku. Sahabaku yang pertama, membuat aku kecewa, tapi dia lebih lebih membuat aku kecewa. Belum lagi, sahabat-sahabatku yang lain, yang juga tau permasalahan ini, seolah-olah diam saja dan tidak tau menau tentang semuanya.

Itu menyakitkan sekali. Sangat-sangat menyakitkan. Saat itu aku benar-benar merasa sendiri. Semuanya seakan tidak ada yang mengerti. Dulu aku selalu duduk dengan sahabatku yang kedua, tapi setelah kejadian itu, tidak lagi. Sahabat-sahabtku yang lain, seakan-akan pura-pura tidak tau bahwa aku sedih. Tidak ada yang sekedar mengatakan 'Everyhting's okay'. Gak ada. Aku yang biasanya setiap hari selalu ceria dan menghibur orang lain yang sedih, tapi saat itu justru aku yang sedih dan tidak ada yang menghibur. Bahkan sahabatku yang pertama hubungannya baik-baik saja dengan sahabatku yang kedua dan meninggalkan aku sendiri. Hebat sekali. Dan akhirnya aku berpikir, bahwa ternyata mereka bukanlah sahabatku tapi hanya teman dekatku.

Namun Allah mengirimkan teman lain yang setidaknya tidak membuatku merasa sendiri. Yang setidaknya membuat aku sedikit lupa dengan masalah itu. Dan membuatku masih memiliki alasan untuk tersenyum.

Dan sekarang aku tau. Bahwa Allah punya rencana dibalik masalah yang ditimpakan kepadaku itu. Allah menunjukkan siapa yang sebenarnya benar-benar ada buatku dan siapa yang tidak. Siapa yang benar-benar sayang padaku dan siapa yang tidak. Siapa yang pamrih dan siapa yang tidak. Siapa yang harus aku beri banyak perhatian dan siapa yang tidak. Siapa yang selamanya dan siapa yang semusim. Siapa yang palsu dan siapa yang nyata.

Dan lagi, aku gak bisa membayangkan seandainya aku masih dekat dengan mereka. Karena setelah kita tidak dekat, aku baru sadar bahwa mereka bisa membawa pengaruh yang sangat buruk buatku. Misalnya kejujuran, kedisiplanan, dan lain-lain. Ternyata Allah masih sayang padaku dan ingin agar aku tidak terbwa pengaruh negatif mereka. Aku sadar betapa baiknya Allah. Sangat-sangat baik.

Jadi, kalau kita tertimpa masalah dan merasa sangat berat untuk melewatinya, ingatlah bahwa ada rencana Tuhan dibalik itu semua. Rencana yang sangat indah. Bahkan lebih indah dari yang kita sadari atau kita pikirkan. Hanya saja, jeli-jelilah kita dalam melihat rencana baik Tuhan itu.


Kamis, 17 April 2014

Menjadi Minoritas

Pernahkah kamu menjadi kaum minoritas?  Bagian dari kelompok kecil yang melawan kelompok besar. Merasa sendiri disaat orang beramai-ramai. Semuanya seakan berada di arus yang berlawanan dengan kamu. Tapi kamu cuma sendiri. Tidak ada yang setuju dengan kamu. Tidak ada yang support kamu. Mereka malah terus menggempur pertahananmu agar kamu menjadi bagian dari mereka. Hal yang benar menjadi tidak kelihatan karena kamu cuma minoritas. Pernahkah kamu seperti itu?

Aku pernah. Bahkan mungkin bisa dibilang cukup sering. Menjadi kaum minoritas yang bertentangan dengan orang-orang kebanyakan. Minoritas dalam konteks ini adalah dalam lingkungan sekolah dan pertemanan. Teman-temanku banyak yang tidak sejalan dengan aku. Aku tau setiap orang berbeda. Tapi ini dalam hal prinsip. Misalnya dalam hal kejujuran dan pembagian waktu antara belajar dan bermain. Disaat teman-temanku sibuk bermain, aku bercapek-capek ria belajar. Di saat aku pegang buku sedikit saja, mereka selalu bilang "Capek aku lihat kamu belajar", atau "Aku yang pusing liat kamu belajar terus", atau "Berhenti sudah belajar". Padahal aku tidak selalu belajar. Aku bahkan merasa porsi mainku lebih banyak daripada belajarku. Tapi masih saja mereka berkata begitu setiap aku pegang buku. Seakan-akan aku tidak pernah main, seakan-akan hidupku kaku, tertekan dan terkekang , seakan-akan aku tidak bahagia. Padahal aku bahagia sekali dengan hidupku. Bukannya setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang konsep kebahagiaan? Bahagia itu bukan selalu kita pergi main, hang out, keluar malam, ngumpul-ngumpul tidak penting, atau ngobrol kesana kemari seperti yang mereka pikir. Bahagia itu bisa berarti kumpul bersama keluarga, memberikan kesenangan kepada diri sendiri tapi tidak melupakan kewajiban, menikmati melakukan kegiatan di rumah, dan lain-lain. Bahkan sikap mereka tidak berubah saat mendekati ujian. Mereka semakin kacau dan menghabiskan waktu sia-sia.

Belum lagi masalah kejujuran. Setiap ulangan/ujian selalu saja mereka melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Yaah, tidak perlu aku sebut juga pasti sudah tau yang ku maksud apa. Aku merasa sendiri banget. Seakan-akan yang aku lakukanlah yang salah. dan merekalah yang benar. Kebenaran sudah semakin kabur. Dan juga sepertinya kesannya mereka jaga jarak lah sama aku karena prinsip yang berbeda. Aku sih gak masalah dan yaah terserahlah mereka mau bagaimana-bagaimana asal jangan ganggu juga prinsipku. Dan tidak sibuk urusin aku saat aku pegang buku.

Pernah seorang teman berkata " Kalo semua negatif pasti ikut negatif yang positif. Karena yang negatif banyak, yang positif sedikit." Tapi aku punya keyakinan berbeda. Positif akan selalu menang jika nilai positif itu besar. Sebanyak apapun nilai negatif jika nilai positif (sifat berjiwa besar dan berprinsip kuat) lebih besar, positif akan selalu menang. Kebenaran tetaplah kebenaran. Dan keyakinan itu aku pegang teguh.

Toh banyak orang-orang sukses di dunia ini dulunya adalah orang-orang minoritas. Yang berbeda dengan orang-orang kebanyakan, yang dulu di bully, di jauhi oleh teman-temannya karena dipikir 'gak asik', dan lain-lain. Tapi buktinya? Mereka sukses dan merekalah yang menjadi orang-orang hebat dan menjadi pemimpin di bidang-bidang yang mereka kuasai. Seperti katanya Martin Luther King, Jr "Almost always, the creative dedicated Minority has made the world better".

Yup. Benar sekali kata-katanya si Om Martin. Tidak selamanya yang minoritas itu salah. Tidak selamanya yang minoritas itu kalah. Tidak selamanya yang minoritas akan terus menjadi minoritas. Bisa jadi suatu saat si mayoritaslah yang mengikuti si minoritas. Asalkan kamu tetap berpegang pada prinsip kebenaran dan menunjukkan kepada mereka bahwa minoritas tidak selalu lemah.

So, berbahagialah kamu jika kamu minoritas yang benar .



Yang Dipikirkan Sahabat Jomblo Setiap Kita Cerita Kisah Cinta

 Warning: tulisan ini tidak sengaja aku temukan di buku catatanku. Aku juga gak tau ini jaman aku SMA atau Kuliah. Jujur saja aku juga kaget...