Jumat, 20 November 2015

Anak Sederhana yang Bersyukur

Aku bukanlah orang terkenal. Bukan orang paling pintar. Bukan cewek paling alim. Bukan penggede. Aku hanya orang biasa. Tidak pandai dalam banyak hal. Aku juga bukan berasal dari keluarga Kaya. Bukan berasal dari Sekolah yang mungkin masuk 10 terbaik se-Indonesia. Bahkan mungkin sekolahku tidak termasuk dalam 100 sekolah terbaik se-Indonesia. Aku juga gak datang dari Kota besar. Aku hanya anak yang berasal dari daerah yang tidak banyak orang tau namanya.

Dengan itu semua, bukan berarti aku merasa tidak ada hal yang spesial dari diriku. Ada 1 hal yang membuat aku merasa sangat beruntung. 1 hal yang akhir-akhir ini sering sekali mengingatkan aku untuk banyak bersyukur. Apa itu? Aku berasal dari keluargaku yang sekarang yang menurutku sangat hebat sekali.

Kenapa aku bilang begitu? yak, mungkin teman-temanku yang lain pandai sekali dalam pelajaran, jempolan dalam berorasi, handal memainkan segala jenis alat musik, telaten dalam memasak dan sejenisnya dan hal-hal lain yang membuat mereka tampak "idaman". Hal-hal itu kadang buat aku berpikir WOW, keren sekali mereka. Tapi makin kesini aku makin sadar, bahwa ada hal yang ada di diriku yang tidak atau jarang aku temui dalam diri mereka.

Kepedulian, Perhatian-perhatian kecil, Kejujuran, Kedisiplinan, Kesopanan, Kepatuhan dan banyak lagi hal-hal kecil lainnya yang menurutku sangat penting tapi tidak begitu penting bagi orang lain. Kepribadian seperti itu yang membuat aku bersyukur lahir dari keluarga ini. Bukan berarti aku sempurna, sama sekali gak hanya saja menurutku sifat seperti itulah yang "ternyata" lebih dibutuhkan oleh orang-orang sekitar kita. Aku sampe heran, gimana sih cara dulu orang tuaku mendidik aku?

Aku sangat penurut. Kalo umiku bilang aku gak boleh makan ini, gak boleh beli makan disitu aku pasti nurut walaupun aku gak tau alasannya apa. Aku ramah ke teman-temanku. Aku sering mendatangi mereka yang sendirian, meninggikan hati mereka yang lagi merasa minder, bertanya tentang bagaimana kabar keluarga mereka, bertanya tentang hal-hal yang mereka sukai yang walaupun aku gak suka dan tidak mengerti, misalnya bagaimana kabar kepanitiaan yang mereka ikuti, gimana kelanjutan hubungan mereka dengan gebetannya, gimana kabar tim basket kesukaan mereka, gimana kabar sahabat-sahabat mereka yang bahkan aku gak kenal dan seterusnya. Aku adalah pendengar yang baik (ini sudah diakui oleh teman-temanku), aku selalu antusias bertanya setiap kali mereka bercerita, bahkan ada teman-teman yang menceritakan rahasianya, atau yang nangis sambil curhat. Aku gak masalah kalo suatu saat pas aku ingin cerita mereka gak ada buat aku. Aku menawarkan teman-temanku untuk nginap di rumahku, di kosku atau datang main ke kampung halamanku, dengan sangat serius bahkan memaksa, bukan basa basi. Sementara banyak temanku yang tidak merasa perlu untuk menawarkan untuk sekedar main ke rumahnya. Aku memperlakukan tamu dengan baik, aku beri mereka keleluasaan, aku biarkan mereka tidur di kasur yang berdipan dan aku dengan kasur biasa di lantai. Bahkan pernah, hari itu adalah hari pertama ketemu teman-teman setelah sekian lama libur, yaah pasti senanglah ketemu teman kan, tapi aku malah gak ngobrol2 dulu, aku malah buru-buru pulang karena ada temanku yang datang menginap dan menunggu di kosan. Setelah aku sampe kosan dia bahkan sama sekali tidak menungguku. Padahal dulu, orang yang sama ini pernah membuat aku jera dan gak ingin datang main kerumahnya lagi karena penerimaannya yang kurang baik.

Aku memperkenalkan keluargaku ke teman-teman dekatku. Menurutku orang-orang penting dalam hidupku harus saling mengenal. Keluargaku tau tiap-tiap temanku, bagaimana perkembangan merekapun Umiku juga tau. Tiap nelpon, umi selalu tanya gimana kabar temanmu. Setiap ketemu Abang, pertanyaannya juga sama. Tapi tidak banyak orang yang gak sama seperti itu.

Aku selalu datang tepat waktu (kecuali hal-hal yang sudah pasti aku tau bakalan telat). Tapi banyak orang yang meremehkan ketepatan waktu. Okelah kalo itu cuma berhubungan sama dirinya sendiri tapi kalo dalam suatu kelompok ada 1 aja orang seperti itu, itu menurutku sudah cukup membuat orang lain memandang sebelah mata. Dan masalahnya, bukan cuma 1 orang, tapi banyak. Bukan telat 1-5 menit tapi bisa sampe 30 menit. Hal seperti itu malah dijadikan tradisi. Ketika aku berusaha memberi tau, malah banyak yang mendukung tindakan yang kurang tepat itu.

Aku jujur, bisa dibilang aku hampir tidak pernah menyontek (kecuali tugas-tugas yang emang "indonesia raya"). Menurutku kejujuran sangat penting. Ketika kamu liat orang-orang yang nyontek dengan getolnya hanya demi nilai tanpa pernah setitik pun mencoba untuk belajar, maka jangan banyak berharap. Rasanya kekerenan mereka digadaikan untuk hal-hal yang bersifat hanya penilaian dari manusia. Pernah ada kejadian, map dari puskesmas untuk kampus yang didalamnya ada nilai kita selama belajar disitu dibuka oleh teman-temanku. padahal mapnya pun udah disegel/disteples yang tujuannya ya supaya kita gak ngeliat. Terus aku cegah supaya gak dibuka, aku bilang nanti aja minta liat sama pihak kampus, biasanya boleh kalo pengen tau nilainya. Teman-teman yang lain malah gak dukung aku. Mereka malah hal seperti itu udah biasa, pihak kampus juga pasti ngerti dan mereka bilang akan menyegelnya lagi setelah dibuka. Astagaaa aku kaget saat itu.

Aku gak berkata kotor. Dan kebalikannya dengan orang lain. Mereka mengucapkannnya dengan biasa saja, sangat biasa dan santai. "Anj***ng" , "F**k", "T*i", "Ba**ke", dan seterusnya. Itu padahal sangat kasar menurutku. Tapi bagi mereka itu semua biasa aja. Toh sudah tersebar luas kan yang begituan pikir mereka. Menurutku saja, "Anjir" itu gak ada bedanya dengan "Anj**ng", sama aja kan. Niatnya kesitu juga kan. Ada temenku, kedua orang tuanya dokter yah udah pastilah mikirnya pasti terhormat, dia juga keliatan sopan anaknya. Eeh tau-taunya dia ngomong begituan sambil teriak di depan umum, langsung jatuh nilai dirinya dimataku.

Aku gak sopan-sopan amat, tapi aku mencoba. Setidaknya aku tidak main hp disaat ada dosen, asisten, kapuskes yang sedang menjelaskan. Aku tidak sibuk bicara sendiri dengan berisiknya saat dosen, asisten dan kapuskes berbicara di depan.

Aku tidak terlalu peduli dengan orang lain. Tapi aku cukup peduli dengan orang-orang dekatku. Aku bertanya gimana kabar mereka? ada masalah apa? Kamu kenapa kok diam? Kamu kalo kenapa2 jangan sungkan2 bilang, sering kasih semangat, sering berusaha bikin orang tenang dan lain-lain. Hal-hal sepele yang makin sedikit jumlah yang melakukannya. Aku juga sering menawarkan ke teman-teman yang rumahnya jauh dan lagi ada kegiatan di kampus untuk mampir aja di kosku kalo ingin sekedar berteduh, istirahat dan mandi. Dan gak banyak orang yang ngelakuin itu. Kosanku lumayan jauh dari kampus dan kadang ada jam kosong yang kalo aku balik ke kosan itu seperti buang-buang waktu karena waktunya kebanyakan di jalan, tapi gak ada 1 pun temanku yang ngeh terus nawarin aku untuk kekosannya dia untuk mengisi kekosongan waktu.Terus pernah juga waktu itu aku sama 2 temanku abis makan bareng, terus ujan sementara kosanku jauh, mereka sama sekali gak nawarin aku untung nebeng bentar di kosan mereka, padahal aku boncengin salah 1 dari mereka. Yaah, gak usah kuatir lah masalah kamar kos yang kotor dan berantakan, dapat tempat untuk berteduh aja cukup yang walopun ditawari sekalipun, aku belum tentu akan terima karena merasa gek enak. Seandainya itu aku, pasti udah aku tahan harus diam dikosanku sampe ujannya reda baru boleh balik.

Aku juga bukan tipe pendebat. Aku kebanyakan diam dalam diskusi. Aku gak banyak menjawab dan bertanya. Banyak orang jaman sekarang yang dalam percakapan biasa saja sering berdebat seakan-akan mencari kesalahan temannya. Hal-hal sepele diperdebatkan. Mengkritik tapi tidak mau dikritik. Saat orang lain sedikit saja keliru, udah di bilangin gini gitu, tapi giliran dirinya dikasih masukan malah ngeles ini itu, bilangnya "orang kan beda-beda". Selalu berlindung dibalik kata itu. Sehingga dia bisa mengkritik kapan saja dan kita gak akan pernah bisa berusaha menasihati dia.

Baru-baru ini teman-temanku cerita gaimana dulu ia dikerasi sama ibunya karena nakal dan sering main dan bolos sehingga sekarang menjadi mandiri. Aku heran gimana mungkin aku gak pernah coba untuk bolos sampe dimarahin ortu? gak pernah. aku gak ada niat untuk bolos dulu waktu kecil dimana notabenenya anak kecil selalu pengen main. Orang tua ku juga gak keras mendidikku. Mereka hanya tegas dan berprinsip yang seakan-akan terlihat keras. Temanku juga cerita gimana kalo orang tua temannya melarang ini itu ke anaknya sehingga ketika anaknya besar, ia malah menjadi anak pembohong demi melakukan hal2 yg dilarang. tapi aku gak. Aku dilarang, ya udah aku nurut. Gak mencoba untuk berbohong dan mengikuti hawa nafsu.

Banyak, banyak lagi. Aku tau aku masih sangat jauh sempurna. Tapi dengan melihat keadaan disekitarku itu, aku menjadi sangat sangat bersyukur aku telah lahir di tengah-tengah keluarga yang gila kerennya. Aku benar-benar gak nyangka gimana bisa orang tua aku bentuk aku yang seperti ini? Apa mantranya ? gimana caranya? Subhanalloh. Semakin kesini, semakin aku dewasa, banyak hal yang dulu aku tak mengerti membuat aku mengerti, yang dulu mataku tertutup sekarang terbuka. Petanyaan pertanyaan yang dulu sering bersemayam dalam hidupku mulai terjawab. Mungkin ini juga salah 1 manfaat aku tinggal di daerah yang bukan kota metropolitan. Kesederhanaan keluarga dan lingkunganku mengajarkanku untuk jd orang yang sederhana pula, menjadi orang yang tidak banyak meminta, tapi lebih banyak bekerja menjalani kewajiban...

Allah selalu punya rencana... semoga apa kebaikan yang ada di diriku akan tetap menjadi baik, dan apa yang belum baik, akan segera menjadi baik...


Just feel very very lucky to be a part of this family.

Jumat, 06 November 2015

Anti Sosial?

Bagaimana rasanya ketika kamu disebut AnSos (Anti Sosial)? kalo aku ya, aku sedikit tersinggung. aku jg tidak tau apakah itu artinya aku memang orang yang ansos atau gak. Dan semakin besar aku sering mendengar kata-kata itu keluar dari mulut teman-teman dekatku, "Kuper", "Ansos".

Oke aku memang dari dulu selalu telat tentang gosip terbaru, kurang terlalu ngeh dengan kating cakep yang sebenarnya terkenal, tidak tahu nama kating atau adek tingkat yang terkenal dan selalu jadi gosip pembicaraan, aku selalu tidak banyak ikut organisasi, biasanya 1 dan itu pun tidak terlalu aktif. Terus? apakah dengan kategori- kategori itu aku adalah orang yang ansos?

Aku hanya benar-benar mencintai rumah atau sekarang kosan. rumah, kamar dan kosanku adalah segalanya menurutku. Aku benar-benar bisa bebas, melakukan apa yang aku mau terserah, memakai baju rumahan yang udah jelek tapi masih nyaman dipake, tidur atau duduk atau apapun dengan posisi bebas. Disitu aku benar-benar dengan diriku sendiri, benar-benar menjadi diriku sendiri.Apakah itu dinamakan AnSos? berarti menjadi anak rumahan itu adalah hal yang salah?

Aku tidak terlalu suka berorganisasi. Bukannya apa-apa, aku kadang merasa aku berbeda prinsip dengan mereka, aku punya misi yang berbeda, aku fokus pada tujuan. Aku tipe orang yang selesaikan dulu tujuan/tugas baru kamu bisa berleha-leha sepuas kamu. Aku hanya gak nyaman dengan perkumpulan yang ketika semuanya ngumpul, topik yang dibahas adalah sangat jauh dengan tujuan kita datang untuk ngumpul. Melenceng keman-kemana. Jauh dan lama. Mereka kadang bicarain gosip tentang ini itu yang sama sekali aku gak ngerti, mereka ketawa untuk hal-hal yang menurutku tidak lucu, mereka tertawa dan ngobrol hanya dengan orang-orang yang selevel dengan mereka dan seterusnya. I just feel, setiap aku ikut organisasi seperti itu, Aku hanya menghabiskan waktu untuk hal-hal tidak bermanfaat, untuk orang-orang yang salah. Contohnya organisasi yang aku ikuti saat SMA, disitu seharusnya adalah setiap pertemuan kita membahas tentang ilmu-ilmu berkaitan alam atau makhluk hidup, tapi setiap pertemuan, kita hanya disuruh menyapu lingkungan sekolahan.
So, apakah itu juga salah? apa aku masih dianggap ansos?

Jadi definisi ansos hanya sesempit itu? Aku emang tidak banyak mengikuti organisasi, tapi bukan berarti aku cuek, bukan berarti aku gak ramah, bukan berarti aku hanya berkutat dengan kehidupanku sendiri terus menerus. Aku menolong orang lain, aku mempertanyakan keadaan dan kabar mereka, aku memotivasi orang lain, aku sering dijadiin tempat curhat, aku mengajak teman-temanku makan bersama, aku memberi perhatian-perhatian kecil ke orang lain, aku menyapa orang-orang yang aku bahkan tak kenal kemudian berusaha mencari tau siapa nama mereka dan  lain-lain. Begitu masih ansos?

Aku bukan menutup diri. Hanya saja organisasi dan hal-hal seperti gosip atau apalah yang kurang penting itu bukanlah hobiku. Aku hanya gak tahan untuk lama-lama berada diluar. setiap kuliah atau pelajaran selesai aku langsung menuju kosan. Sesimple itu.

Toh, aku juga melihat orang-orang yang jarang kelihatan, orang-orang yang kelihatannya ansos, orang-orang yang organisasinya gak banyak itu bukan berarti mereka orang apatis, orang cuek dan lain-lain. Contohnya slh 1 temanku yang hanya ikut 1 organisasi, dia sangat pintar, mungkin semua orang mikir kalo dia hanya belajar beljar dan belajar, tidak mau ikut bnyak organisasi. Terus kenapa? apakah itu salah? toh buktinya, dia orang yang baik. gampang dihubungi, walaupun pintar banget tapi tidak pernah pelit terhadap ilmu yang dia punya. dia selalu membagikan ilmunya. Masih berpikir dia ansos?
ada lagi, temanku yang juga hanya ikut 1 organisasi. Jarang muncul di medsos, jarang pamer/cari perhatian di grup angkatan, gak banyak ngomong, bukan penggede angkatan tapi ketika ada tugas kelompok tutorial, dia yang paling bertanggung jawab, dia yang paling serius, dia yang berusaha nyelesain. Di saat hal-hal berat, dia justru ada. Waktu aku sakit dulu, dia juga yang ngebantuin aku ngurusin surat sakitku, dengan perhatiannya nanya surat sakitku dikasih ke bagian mana begini begitu seharusnya begini begitu. Yang lain mana? yang katanya tidak ansos itu? Hal berarti di dekat mereka malah tidak mereka pedulikan karena sibuk untuk terlihat tidak ansos di tempat yang tidak dekat dengan mereka...

Jadi, masihkah definisi ansos sesempit itu?


Rabu, 23 September 2015

Kebersamaan

Ada hal yang penting saat kita makan bareng dengan orang lain, bermain yang "gak penting" dengan orang lain, sekedar ngobrol curhat alay dengan orang lain, menghabiskan waktu berjam-jam dengan orang lain untuk sesuatu yang terlihat sia-sia. Bukan, bukan. Hal penting itu bukan makanan lezatnya, bukan ketawa-ketawanya, bukan gosip-gosipnya atau yang lainnya. Tapi yang penting dari semua itu adalah KEBERSAMAAN-nya. 

Kadang makanan yang kita makan tidak selalu enak, tidak semua bentuk permainan cocok dengan kita, tidak semua obrolan yang nyambung dengan kita tapi demi KEBERSAMAAN tadi kita rela mengesampingkan hal-hal lain demi bisa BERSAMA walaupun sebentar, sekali sehari, 1 kali seminggu, 1 kali sebulan, 1 kali setahun atau bahkan lebih dari itu. Pada KEBERSAMAAN itulah terdapat SILATURRAHMI. Itulah esensi dari "kebersamaan" yang sebenarnya, menyambung tali persaudaraan, mengakrabkan. 

Banyak orang yang mengabaikan hal yang sebenarnya penting itu. Gak ada waktulah, jadwal padatlah, maleslah, merasa gak penting, merasa "kenapa harus makan bareng? kan bisa sendiri. Manja banget." Itu kenapa akukadang terkesan memaksa kalo udah mengajak orang lain ketemuan "ayolah ketemuan, udah lama banget gak ketemu" , " Makan bareng yuk" , "awas aja ya kita gak ketemu, udah setahun lebih lho" dan lain-lain. Karena aku menganggap kebersamaan itu penting dan sebaliknya bagi beberapa orang. Beberapa orang tidak rela mengorbankan waktu dan bensinnya pentingnya untuk hal-hal sepele seperti itu. Kadang aku gak minat untuk pergi ke suatu acara, lagi betah di kos atau jadwal kuliah yang lagi menumpuk tapi karena seseorang mengajakku aku berusaha untuk mengesampingkan hal-hal lain demi KEBERSAMAAN. Ya hanya demi itu. Tapi saat aku yang mengajak orang lain untuk ketemuan, tidak semua orang berpikiran seperti aku. 

Itulah SILATURRAHMI. Mahal memang. Mengorbankan waktu, materi, tenaga dan lain-lain. Tapi bagi orang yang mengerti arti silaturrahmi, hal-hal tersebut tidak akan jadi masalah.

Senin, 10 Agustus 2015

Anak Rantau

Ini hari-hari terkahir aku di Sumbawa sebelum balik ke Solo. Sedih? sudah pasti. Berat? Jelas. Sesungguhnya saat-saat paling berat sbg anak perantau adalah saat-saat harus balik ke kota perantauan dan meninggalkan rumah. Rumah tercinta, tempat ternyaman di dunia, tempat dimana kita bisa jadi diri kita yang sesungguhnya, tempat dimana aku bisa teriak nyanyi-nyanyi seenaknya, berlama-lama di kamar mandi semaunya, ketawa sekeras-kerasnya, makan sebanyak-banyaknya daaaaann masih banyak lagi.

Yaa aku udah rasa jadi anak rantau. Kira-kira baru 1 tahun lah. Memang masa ini yang paling berat. Aku juga sudah mengalami rasanya jadi mandiri, tidur, cari makan, urus permasalah semuanya sendiri. Tapi itu semua gak terlalu berat. Aku punya teman disana yang bisa membantu, aku juga mulai belajar dewasa. Selain itu, kesibukan kuliah yang luar biasa membuat aku lupa dengan rumah, dengan kesendirian dan kesepian. Kesibukan adalah obat yang manjur buat kami anak perantauan.

It makes me really sad to found that rumah yang selama belasan tahun aku tinggali, tempat tumbuh besar, sekarang hanya tempat persinggahan. hanya aku datangi untuk waktu 2 bulan setiap 6 bulan. Dan mungkin setelah lulus kuliah pun Rumah tidak akan bisa sama seperti dulu, tidak bisa ditinggali untuk jangka waktu yg panjang.

It is Hard. yeaah but Life must go on, right? Semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya. Mungkin ini cara kehidupan mengajarkan kedewasaan dan kemandirian.

Senin, 27 Juli 2015

Pelajaran Hari Ini

Rasanya udah lama banget gak ngepost. Hahahha. Ada niat pengen rajin ngisi blog ini sekarang, semoga tercapai. Semoga niat berakhir dengan perbuatan, gak berhenti di niat saja.

Setiap hari sebenarnya selalu ada hal yang bisa kita ambil pelajaran. Nah, contohnya hari ini. Jadi, tadi siang sekitar jam 12 lewat, Mamanya teman dekatku menelpon umiku. Ini suatu kejadian yang jarang. Eeh ternyata si Mama ini khawatir dengan anaknya(teman dekatku) yang lagi perjalanan ke Jogja dengan pesawat. Seharusnya jam segitu, si anak udah sampe di Jogja. Tapi nomor si anak gak bisa dihubungi. Si anak juga gak ada kabar. Maka paniklah si Mama ini luar biasa. Berulang kali nelpon umi. Nanya kira-kira itu gimana. Yaah Umi menjelaskan bahwa kadang emang si armada penerbangan Li** sering seperti itu. Umi juga cerita kalo ada temannya yang anaknya itu dibawa ke Makasar dulu baru ke Jogja.Walaupun begitu si Mama ini tetap panik. Bahkan yaaa sampe NANGIS. Padahal waktu landing-nya si pesawat ini hanya beda beberapa menit. Baru aja istilahnya telat landing 10 menit, si Mama udah panik.

Aku lihat yang begituan malah lucu. Aku ketawa. Berpikir 'Yaelah. baru juga telat sebentar. Sabar aja kali. Sampe nangis gitu.' Yaap, tapi Umiku malah bilang kalo semua ibu itu kayak gitu, semua orang tua perempuan seperti itu. Khawatir. Selalu was-was tentang anaknya. Kalo Umi berada di posisi yang sama dengan Mamanya temanku, pasti juga panik.

Aku langsung flashback ke hari sebelumnya. Dimana umiku panik karena abangku. Abangku akan segera berangkat ke Semarang esoknya, tapi gak bisa dihubungi dari pagi sampe sekitar jam 11 pagi. Umiku langsung panik. Telpon sana-sini. Telpon Ibu kosnya, telpon temannya, Telpon temannya abangku. Dan itu dilakukan berulang kali. Bahkan umi juga sempat nangis. Padahal bukan kali pertama abang seperti itu, sering. Tau-taunya abang cuma keluar kos tanpa membawa Hp dan memperbaiki motornya makanya lama.

Begitu juga temanku yang Mamanya panik. Akhirnya setelah bolak-balik nelpon, sekitar 15 menit kemudian anaknya mengabari kalo udah nyampe. Tuh kan aku bilang juga apa, palingan cuma telat.

Tapi hal yang bisa aku pelajari adalah mungkin ya mungkin nanti saat aku dewasa, saat aku menjadi ibu, aku akan mengalami hal yang sama. Aku bisa jadi menertawakan itu saat ini. Tapi nanti, aku juga akan jadi 'parno' , selalu khawatir, selalu panik jika hal-hal itu berkaitan dengan anakku. Yaah itu bukan suatu hal yang memalukan, atau menakutkan. Karena sesungguhnya itu adalah bukti betapa besarnya kasih sayang Ibu kepada anaknya.

^-^

Yang Dipikirkan Sahabat Jomblo Setiap Kita Cerita Kisah Cinta

 Warning: tulisan ini tidak sengaja aku temukan di buku catatanku. Aku juga gak tau ini jaman aku SMA atau Kuliah. Jujur saja aku juga kaget...