Beberapa hal terjadi belakangan ini. Dan lagi-lagi aku berpikir terlalu jauh. Tapi itu membuatku belajar.
Kelompokku melakukan kegiatan praktikum lapangan di salah 1 puskesmas daerah Boyolali. Sebut saja, kelompokku kurang memuaskan pihak puskesmas dalam banyak hal. Kami juga dikritik banyak. Tentu saja semua anggota kelompok merasa was-was. Bagaimana nasib nilai kita nantinya?
Setelah pertemuan terakhir dengan puskesmas, sudah pada ribut
"udah gak usah galau, palingan nilai kita 7", kata salah 1 teman yang sebenarnya keliatan juga raut khawatir dari ekspresinya.
" Iya ih aku takut", kata teman lainnya.
Teman yang lain pun berkata, "Aku sih bukan takut nilainya, tapi aku gak enak sama Puskesmasnya. Suatu saat kita akan jadi Dokter dan bisa jadi kita bekerjasama dengan Puskesmas ini tapi citra kita udah dinilai negatif."
Aku pun berkata, " Aku juga bukan tentang nilainya. Aku lebih gak enak karena kita gak lakuin yang terbaik untuk puskesmanya."
Teman-teman yang awalnya malas banget dalam praktikum ini, yang telat mulu, yang gak bisa diajak kerjasama, yang cueknya minta ampun padahal di grup line hectic tentang ini itu, hanya jadi silent reader, gak muncul. muncul saat hepi aja. Teman-teman yang benar-benar gak maksimal untuk praktikum lapangan ini, yang menganggap sepele, yang egoisnya sampe kita telat hanya gara2 nungguin dia, yang udah diingetin ini itu tapi pesannya cuma di read. Agggh. Mereka masih bisa khawatir dengan nilai mereka? Bukannya mereka seharusnya sudah siap untuk dapat nilai jelek? Apa mereka gak sadar persiapan kita sama sekali gak maksimal? Apa mereka gak sadar kalo kita sama sekali cuek dan tidak ada inisiatif ke praktikum ini? Kita juga udah beberapa kali mengecewakan. Apa yang mau diharap? Kok masih bisa takut nilai jelek tanpa sadar apa yang diperbuat. Kok minta hak lebih tapi kewajiban tidak dijalankan sepenuhnya.
Selalu berpikir ke nilai, nilai, nilai, nilai, nilai. Emang nilai segalanya? Aku tau nilai penting. Aku juga tau aku gak muna' aku khawatir juga dengan nilaiku. Tapi itu bukan yang utama. Aku lebih merasa gak enak telah mengecewakan. Aku sudah belajar, bahwa nilai bukanlah yang utama. Yang utama adalah sudah mencoba melakukan yang terbaik, setelah itu? pasrah saja. Karena pada kenyataan, kadang usaha berlebih kamu tidak sesuai dengan apa yang kamu dapatkan bahkan dibanding orang yang usahanya kecil. Banyak faktor yang mempengaruhi. Lalu kalo yang sudah berusaha lebih saja masih belum tentu dapat yang terbaik, apalagi yang gak berusaha?
Ditambah lagi, memikirkan pendapat orang lain. Setelah nilai, teman yang lain bahkan berpikir karena suatu saat akan bekerja dgn pihak bersangkutan. Oke itu gak salah. Tapi apa berarti kalo suatu saat kita tidak akan bekerjasama dengan orang yang bersangkutan, kita tidak akan merasa bersalah karena telah mengecewakan? Seakan-akan semuanya itu harus ada something in return. Tidak bisakah kita berbuat baik karena memang itulah yang harus kita lakukan, karena memang itu kewajiban kita, karena memang itu perintah Tuhan? Bukan karena nilai, bukan karena akan mendapatkan keuntungan di masa depan....
Kejadian lain. Ada sebuah teman cowok yang berdiri dibelakang mobil kemudian mobil tersebut mundur dan tidak menyangka ada sebuah motor dibelakangnya. jatuhlah si teman ini. Pacar si cowok yang melihat kejadian tersebut sontak marah ke Mbak-mbak yang ngendarain mobil. Mbak yang notabenenya kating kita dan cukup terkenal langsung meminta maaf. tapi si pacar masih saja dengan galaknya marah2 dengan si Mbak kating. Kemudian kami yang melihat kejadian itu pun mulai membicarakannya. Seorang teman berkata "ih galak banget sih Mawar (sebut saja begitu wkwkwk kayak dicerita2). Sadis banget yo dia marah-marah sebegitunya padahal Mbaknya udah minta maaf."
" Kalo kamu di posisi itu gimana?", kataku
"Ya mungkin aku juga marah sih. Hehe tapi gak sampe sebegitunya. Kamu?"
"Aku gak tau sih. Mungkin aku juga marah. tapi gak sampe sebegitunya soalnya aku kan sabar gimana gitu wkwk. Tapi gak tau sih. Seandainya aku yang ditabrak pasti aku cuma pasrah tapi terkadang orang-orang yg menyayangi kita itu bisa marah banget. Kayak umiku misalnya."
" Iyaaa bener. Tapi ya Mal, itu kating lho. Mbaknya udah minta maaf. Ya aku kalo kejadian gitu diluar sama orang yang aku gak kenal aku mungkin marah bgt. Tapi ini kating kita lho. Kita kan siapa tau butuh sama dia."
" Berarti kamu klo sm orang gak dikenal bakal marah bgt?"
"iya"
Kenapa? I mean, bersikaplah yang seharusnya. Kalo kamu mau marah, ya marah. Kenapa harus liat orangnya. Mentang-mentang Mbaknya terkenal, punya posisi jadi harus hati2. Kalo orang diluar sana, yang gak ada hubungannya dengan kehidupanmu kamu bisa marah sepuasnya karena toh kamu gak butuh dia. Bahkan mungkin seandainya itu kating kita, tapi gak terkenal dan gak punya jabatan, kita boleh marah sepuasnya.
Kejadian ketiga. Seorang teman cerita bahwa teman dekat cowoknya sepertinya mengarah ke gay. Dia bertanya bagaimana seharusnya dia bertindak. Teman-teman menyarankan dibawa santai aja, dibawa bercanda aja, atau bilang 'kamu mau ikut jalan yang mana itu hakmu'. Si teman ini takut klo dia jelasin bahwa itu salah, menentang agama, dia terlihat benar-benar menentang pilihan hidupnya, kemudian dia gak diajak main dan ngerumpi lagi.
Menurutku, kalo itu bener-bener teman dekatnya, d-e-k-a-t, dia mungkin memang harus menjelaskan apa yang benar, bagaimana seharusnya. Tentu saja dengan cara tidak menghakimi. Tentu saja dengan bilang, "aku teman dekat kamu. aku peduli. Makanya aku ngomong gini. Aku mau yg terbaik buat kamu." Karena menurutku begitulah teman seharusnya. Meluruskan yang salah. Bukan membiarkan temannya dalam kesalahan. Kalo katanya puisi2 di internet bukan membungkus pukulan dengan ciuman. Bukan selalu meng-iya-kan, membenarkan yang salah karena dia teman kita dan karena kita menerima dia apa adanya. Palsu. Buat apa menerima apa adanya kalo bisa dirubah menjadi lebih baik. Kalimat menerima adanya itu gak selalu pas di semua kondisi. Setidaknya kita mengingatkan seperti perintah agama, apalagiii dia itu teman dekat kita. Masa kita gak peduli sama dia, masa kita gak sedih dia jadi kayak gitu. Oke semua orang punya pilihan, punya hak tapi cobalah berusaha dulu. Setelah berusaha dan hasilnya apapun ya pasrah. Entah mungkin dia bakalan benci dan jauhin kita.
Kenapa harus takut dia menjauhi kita gak main sama kita lagi karena kita memberi tau mereka hal yang benar? Oke sakit memang, sedih memang. Tapi memberitau kebenaran adalah wajib. orang yang tidak merugi adalah orang yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. "rugilah, kita jadi kehilangan teman". Kelihatannya seperti itu. Itu kan yang keliatan saja. Yang terlihat bukanlah hal-hal abadi, bukanlah hal-hal utama. Mungkin saja Allah menyediakan teman yang lebih baik pada kita..
Maksudku, lakukanlah apa yang memang seharusnya kamu lakukan. Berbuat baiklah karena memang itu tugasmu bukan karena melihat orang yang akan dibaiki itu siapa. Marahlah kalo kamu memang seharusnya marah tanpa harus menahan amarah karena orangnya siapa...
Aku tau, aku pun masih belajar dan malah belajar dari hal ini....
Ini hanya pemikiran jauhku...
Hanya masa pencarian mana yang benar dan salah